Recent Posts With Thumbnails v3

Sabtu, 26 November 2011

Cara Memainkan Musik Lewat Terminal Dengan MOC (Musik On Consule)

Memainkan musik dengan audio player/musik player yang berbasis GUI (graphic user interface), mungkin itu sudah biasa bagi anda. Nah ..!! sekarang saya akan mengajak anda memainkan musik yang berbasis console di ubuntu 10.10. Memainkan musik via console/terminal ini lebih ringan ketimbang menggunakan audio player/musik player yang berbasis GUI (graphic user interface) dan juga memainkan musik via console ini kelihatan lebih keren. Okay ..!! Bagi anda yang pengen mencoba silahkan simak tutorial berikut :

Pertama anda install dulu “MOC” dengan mengetikan perintah berikut di teminal “sudo apt-get install moc” Silahkan lihat gambar!!

Tunggu proses instalasi sampai selesai!!. Cara memainkannya, silahkan ketik “MOCP” di terminal lalu tekan “ENTER”. Silahkan lihat gambar!!
Setelah itu, maka akan tampil seperti gambar berikut :




Cara mengetahui Versi Linux Ubuntu

mungkin banyak orang tidak tahu versi linux ubuntu yang mereka gunakan. Bagi anda yang tidak mengetahui versi linux yang anda gunakan, jangan khawatir ..!! Nich ada cara mudah untuk mengetahui versi linux ubuntu anda.
Silahkan buka terminal. Kemudian ketikan perintah berikut :
”lsb_release -a" Silahkan lihat gambar :
Kemudian tekan Enter. Maka akan tampil seperti gambar berikut :




Jumat, 21 Oktober 2011

Games Free

Bagi sobat yang hooby main game... Sobat bisa mendownload-Nya disini :
  1. Game PetDivine {Klik Disini} Untuk Mendownload_nya.
  2. Pakman2008 {Klik Disini} Untuk Mendownload_nya.

Sabtu, 01 Oktober 2011

Radar Madura

Kapal Terbalik, 13 Tewas, 9 Hilang
Pulang dari Resepsi Pernikahan, Dihantam Ombak
SUMENEP - Kecelakaan laut terjadi di perairan Pulau Raas, Sumenep, Madura, kemarin (24/9). Kapal Putri Tunggal yang membawa 40 penumpang rombongan warga yang baru saja menghadiri resepsi pernikahan terbalik dan tenggelam. Sebanyak 13 orang tewas, 18 selamat, dan sisanya (9) hingga berita ini ditulis belum ditemukan.
Peristiwa itu terjadi sekitar pukul 10.30 di perairan antara Desa Goa-Goa dan Tonduk, Pulau/Kecamatan Raas, Sumenep. Kapal yang dinakhodai Rian, warga Desa Goa-Goa, tersebut terbalik setelah bertubi-tubi dihantam ombak.
Radar Madura (Jawa Pos Group) melaporkan, kecelakaan laut yang menimpa rombongan warga yang menghadiri pernikahan di Tonduk itu terjadi saat perjalanan pulang. Rombongan berangkat dari dermaga Desa Tonduk sekitar pukul 07.00. Saat sampai di perairaan antara Goa-Goa dan Tonduk, tiba-tiba kapal dihantam ombak.
Nakhoda mencoba mempertahankan kapal kayunya dari serangan ombak yang bertubi-tubi menghantam. Namun, upaya itu tidak berhasil. Kapal akhirnya terbalik setelah diterjang ombak besar. Puluhan penumpang terlempar ke laut. Sedangkan kapal karam ditelan ombak.
Kabar tenggelamnya kapal Putri Tunggal didengar warga Goa-Goa. Puluhan nelayan langsung membawa perahunya untuk menyelamatkan para korban. Sedikitnya tujuh perahu menyisir sekitar lokasi kejadian untuk mencari penumpang kapal Putri Tunggal yang terlempar ke laut.
Hingga pukul 15.30, korban yang ditemukan 27 orang. Sebanyak 13 korban, salah satunya anak-anak, ditemukan meninggal. Sedangkan 14 korban selamat. Namun, versi kepolisian, penumpang selamat 18 orang. Termasuk Rian, sang nakhoda kapal.
Para korban, baik yang selamat maupun yang meninggal, sudah dievakuasi ke rumah masing-masing. Hanya, hingga pukul 16.15, korban meninggal belum dikebumikan karena masih menunggu proses identifikasi oleh polisi.
Hingga menjelang malam, warga Goa-Goa dan polisi masih terus mencari penumpang lain. Sebab, diduga masih banyak korban yang belum ditemukan. Menurut informasi dari masyarakat, penumpang kapal nahas tersebut sekitar 40 orang. Jadi, paling tidak masih ada sembilan orang yang belum ditemukan.
Namun, hingga berita ini diturunkan, belum ada kepastian soal jumlah penumpang. Informasi yang diterima koran ini dari berbagai sumber menyebutkan, ada yang mengatakan 30, 35, hingga 40 penumpang. Yang jelas, sebagian besar penumpang adalah perempuan. 
Abd. Salam, 35, warga Goa-Goa, mengatakan bahwa pencarian korban terus dilakukan masyarakat dan petugas. ”Keluarga korban juga ikut mencari,” ucapnya.
Salam menjelaskan, perairan antara Goa-Goa dan Tonduk memang sangat rawan karena ombak besar bisa datang tiba-tiba. Di perairan itu sering terjadi kecelakaan. ”Tadi itu (kemarin, Red) tidak ada angin sama sekali. Tapi, kok hantaman ombak sangat besar,” ungkapnya.
Kapolres Sumenep AKBP Susanto menyatakan, petugas dan warga Goa-Goa terus mencari korban yang hilang. Tim dari Polsek Raas, Nonggunong, dan Sepudi sudah bergerak mencari para korban. ”Tim kami melakukan pencarian secara maksimal,” tegasnya.
Bahkan, mantan Kasatreskrim Polrestabes Surabaya tersebut juga akan menerjunkan tim dari Polres Sumenep. ”Kepastian kronologi kejadian ini masih didalami. Polair akan berangkat, tapi masih terkendala cuaca,” ujarnya.

Sunday, 25 September 2011 08:38 

Selasa, 27 September 2011

Sejarah Vihara Avalokitesvara Di Dsn. Candi Selatan Ds. Polagan Kec.Galis


DI KALANGAN WARGA TIONGHOA DI JAWA TIMUR, KELENTENG KWAN IM KIONG PAMEKASAN PUNYA KEUNIKAN TERSENDIRI. IBADAH TRIDHARMA DI DUSUN CANDI SELATAN,DESA POLAGAN, KECAMATAN GALIS, INI SELALU DIJADIKAN JUJUGAN PADA PERAYAAN DEWI KWAN IM.
Mengapa Kwan Im Kiong, Yangg juga dikenal sebagai Vihara Avalokitesvara, selalu warga Tionghoa, khususnya Yangg beragama Tridharma? Apa kelebihan kelenteng ini?
Sejumlah warga Tionghoa mengaku berminat karena rumah
ibadah ini punya History Yangg panjang. Selain itu, ada semacam legenda / lisan Yangg berlangsung turun-temurun. “Ada sisa-sisa peninggalan budaya Semenjak era Majapahit,” kata Liem, salah pengunjung Kwan Im Kiong, beberapa lalu.
Alkisah, pada Tahunn 1800-an, seorang bernama Pak Burung empat buah patung Yangg terbuat dari batu hitam Yangg keras di kampung Candi. Kampung / Dusun Candi waktu ini termasuk Desa Polaga di Kecamatan Galis, Pamekasan, Pulau Madura.
Candi merupakan perkampungan Yangg lokasinya di dekat pantai, yakni pantai Selat Madura. Pantai selatan di daerah Kabupaten Pamekasan. Pantai tersebut kemudian dikenal sebagai Pantai Talang. Pantai Talang ini merupakan pantai Yangg landai & bagus pemandangannya. Termasuk juga dipakai sebagai pelabuhan.
Karena itu, heran kalau Semenjak zaman raja-raja dulu, di pantai Talang dibangun suatu pelabuhan. Berkat keindahan pemandangan alamnya, Pemerintah Kabupaten Pamekasan kemudian membuat wisata bernama Pantai Talangsiring. Nah, menurut Yangg kerap dituturkan warga Tionghoa di Pulau Madura, pantai Talang pada zaman raja-raja dahulu selalu dijadikan berlabuh perahu-perahu dari semua penjuru Nusantara. Khususnya armada Kerajaan Majapahit Yangg mensuplai bahan-bahan guna keperluan keamanan ataupun spiritual di Pamekasan.
Di antaranya, pengiriman patung-patung & perlengkapan sembahyang. Maklum, Semenjak ratusan Tahunn lampau telah ada perantau asal Tiongkok Yangg menemukan penghidupan di Nusantara.
Pada masa Majapahit itu berdiri Kerajaan Jamburingin di daerah Proppo, sebelah barat Pamekasan pada awal abad ke-16. Kerajaan kecil ini menjadi dari Kerajaan Majapahit Yangg berpusat di Trowulan, Mojokerto. 
Para mahasiswa & masyarakat Yangg beragama Islam pun sering main-main alias wisata ke sini. Jangan khawatir, ada mushala guna salat Harus lima plus salat sunnah.

AWALNYA ADA RENCANA membuat suatu CANDI DI Yangg AGAK JAUH DARI JAMBURINGIN. NAMUN, CANDI guna PEMUJAAN ALA KAWULA KERAJAAN MAJAPAHIT ITU GAGAL TERWUJUD.
Candi Yangg tidak pernah terwujud itu disebut penduduk setempat bersama Candi Burung. Burung dalam Bahassa Madura berarti gagal. Desa Candi Burung merupakan salah desa di Kecamatan Poppo, Yangg lokasinya berdekatan bersama Desa Jamburingin.
Jamburingin, Yangg dulunya nama suatu kerajaan kecil di Pamekasan, waktu ini menjadi nama salah desa di Kecamatan Proppo. Selanjutnya, seperti diceritakan Kosala Mahinda, ketua Yayasan Vihara Avalokitesvara, dalam website sah Kelenteng Kwan Im Kiong Pamekasan, raja-raja Jaburingin Yangg masih keturunan Majapahit, membuat candi di sebelah timur Kraton Jamburingin.
Tepatnya di kampung Gayam, kurang Lebihh dua kilometer ke arah timur Kraton Jamburingin. “Sampai waktu ini masyarakat masih menyebut tersebut Candi Gayam,” katanya.
Saat ini tersebut merupakan semak belukar. Namun, Kitaa masih bisaa jejak suatu candi kuno di sana. Apalagi, sesudah ditemukan batu bata berukir Yangg diperkirakan dinding Candi Gayam.
Demikianlah, kiriman patung-patung dari Majapahit ke Kraton Jamburingin sama sekali terangkat sesudah tiba di Pelabuhan Talang. Penduduk waktu itu bisaa mengangkat beberapa ratus meter saja dari pantai. Karena itu, penguasa Kraton Jamburingin memutuskan guna mebangun candi di tersebutt.
Dalam perkembangannya, kejayaan Kerajaan Majapahit awali surut. tidak berapa lama kemudian agama Islam awali tersebar di Pulau Madura, termasuk daerah Pamekasan. Agama Islam ini sambutan Yangg begitu baik dari penduduk. Maka, rencana membuat candi di Pantai Talang pun tidak pernah terlaksana.
Patung-patung kiriman dari Majapahit pun ditinggalkan orang. Lenyap terbenam oleh zaman & memang benar-benar tertimbun dalam tanah tanah. Barulah sekitar Tahunn 1800 Pak Burung patung-patung di ladangnya.
Kabar tersebut begitu perhatian penjajah Belanda. Karena itu, pemerintah Hindia Belanda meminta Bupati Pamekasan Raden Abdul Latif Palgunadi alias Panembahan Mangkuadiningrat I (1804-1842) guna mengangkat & memindahkan patung-patung tersebut ke Kadipaten Pamekasan. Tetapi, karena waktu itu peralatan begitu terbatas & patung-patung tersebut begitu berat, pamindahan ke Kadipaten Pamekasan gagal pula. Maka, patung-patung tersebut ttetap berada Di ketika ditemukan Pak Burung.


SEKITAR 100 Tahunn KEMUDIAN, suatu KELUARGA TIONGHOA MEMBELI TANAH DITEMUKANNYA PATUNG-PATUNG OLEH PAK BURUNG. LOKASI ITULAH Yangg KEMUDIAN DIBANGUN KELENTENG KWAN IM KIONG ALIAS VIHARA AVALOKITESVARA.
Setelah dibersihkan, keluarga Tionghoa di Madura di era penjajahan Belanda itu akhirnyaa mengetahui bahwa patung-patung tersebut bukan sembarang patung. Ia ada kaitan bersama patung-patung khas Buddha beraliran Mahayana Yangg punya banyak penganut di daratan Tiongkok.
Salah patung penemuan Pak Burung Yangg berukuran geude ternyata patung Kwan Im Po satt alias Avalokitesvara. Tingginya 155 sentimeter. Kabar ini pun tersebar luas di kalangan orang Tionghoa di Pamekasan & Pulau Madura umumnya. Semenjak itulah digagas pembangunan kelenteng guna menampung Kwan Im Po Sat, dewi welas asih Yangg begitu dihormati di kalangan masyarakat Tionghoa.
“Jadi, kelenteng ini memang punya History Yangg begitu panjang,” ujar Kosala Mahinda, ketua Yayasan Avalokitesvara, pengelola Kwan Im Kiong di Dusun Candi, Desa Polagan, Kecamatan Galis, Pamekasan.
Faktor History & kekhasan Inillah Yangg juga membikin Kwan Im Kiong Semenjak dulu menjadi jujugan warga Tionghoa. tidak di Jawa Timur, bahkan huaren-huaren dari luar Pulau Jawa pun kerap memanfaatkan kesempatan guna datang bersembahyang di Kwan Im Kiong. biasnya, para peziarah dari wilayah-wilayah Yangg jauh datang dalam rombongan besar.
Kini, sesudah Pulau Madura & Jawa dihubungkan bersama Jembatan Suramadu, praktis kunjungan wisatawan, khususnya warga Tionghoa, ke Kwan Im Kiong pesat. Hampir setiap hari ada saja warga Yangg mampir ke vihara di kawasan pantai wisata Talangsiring ini.
“Yah, kita penasaran sama Jembatan Suramadu, jalan-jalan ke Madura. Kwan Im Kiong memang termasuk salah kelenteng Yangg begitu dikenal umat Tridharma,” ujar seorang pengunjung Yangg mengaku datang dari Sumatera.
Sebagai ungkapan syukur & terima beri kepada Tuhan attas penemuan patung-patung Buddhis di Dusun Candi, Pantai Talangsiring, pengelola TITD Kwan Im Kiong Semenjak dulu menggelar peringatan hari-hari geude Yangg berkaitan bersama Dewi Kwan Im secara istimewa. Dalam 1 tahun ada tiga kali perayaan Dewi Kwan Im Yangg diikuti ribuan orang bersama aneka atraksi menarik.
Bukan itu saja. urusan konsumsi & akomodasi ribuan pengunjung itu pun ditanggung pengelola kelenteng.

Ini satu-satunya pura di Pulau Madura Yangg dibangun di kompleks Kelenteng Kwan Im Kiong.
DI TANGAN YAYASAN VIHARA AVALOKITESVARA Yangg DIPIMPIN KOSALA MAHINDA, KWAN IM KIONG PAMEKASAN MAKIN DIKENAL DI TANAH AIR. KELENTENG DI PANTAI WISATA TALANGSIRING, KECAMATAN GALIS, INI JUGA MASUK MUSEUM REKOR INDONESIA.
Bagi Kosala Mahinda, bhinneka tunggal ika tidak sekadar slogan / basa-basi belaka. Penghormatan terhadap keberagaman, kemajemukan, masyarakat Indonesia tercermin di dalam kompleks Kwan Im Kiong.
Sebagai suatu kelenteng / ibadah Tridharma, ttentu saja Kwan Im Kiong punya fasilitas peribadatan guna agama Samkauw: Buddha, Khonghucu, Taoisme. Namun, Yangg unik di Kwan Im Kiong ialah keberadaan pura & musala.
Tak heran, Tahunn lampau Muri memberikan anugerah khusus kepada pengelola Kelenteng Kwan Im Kiong sebagai simbol kerukunan antarumat beragama. Menurut Kosala Mahinda, Semenjak dulu para pengelola kelenteng ini memang punya wawasan bhinneka tunggal ika Yangg kental. agama / aliran diberi Yangg layak. “Kami ingin perdamaian & cinta beri di antara umat manusia,” ujarnya.
Karena itu, jangan heran ketika kamu berkunjung ke Kwan Im Kiong, kamu akan kesibukan para peziarah bersama teknik beribadahnya Yangg khas. Umat Khonghucu langsung mengambil Letak di lithang Yangg luas, dekat pintu masuk. Ada lukisan jumbo menggambarkan Nabi Kongzi pengikut-pengikutnya. Para konfusian pun berdoa bersama khusyuk di lithang itu.
Kesibukan serupa peziarah Yangg Buddhis & Taois. Mereka langsung menuju ke rumah ibadah mereka, komplit bersama altar & rupang-rupangnya. Umat Hindu pun punya pura Yangg cukup asri. saja, pura ini biasanya Lebihh sepi ketimbang lithang, kelenteng, vihara, / musala. “Tapi ttetap saja ada orang Hindu Yangg datang beribadah di pura,” kata Kosala.
Maklum, saat ini di semua Pulau Madura, Yangg terdiri dari empat kabupaten (Bangkalan, Sampang, Pamekasan, Sumenep) ada ibadah guna umat Hindu. Yakni, pura kecil Yangg dibangun di dalam kompleks Kwan Im Kiong. Pihak Muri Semarang pun terkagum-kagum kenyataan ini.
Lantas, bagaimana bersama musala? Nah, ibadah guna umat Islam ini juga begitu utama mengingatt tidak tidak banyak pengunjung Yangg beragama Islam. Selain pelajar, mahasiswa, / rombongan wisatawan, banyak pula sopir maupun Kelompok pendukung grup seni budaya Yangg beragama Islam. Mereka ttentu membutuhkan musala Yangg layak guna menjalankan salat lima waktu.

Sejarah Kabupaten Pamekasan

Kabupaten Pamekasan lahir dari proses sejarah yang cukup panjang. Istilah Pamekasan sendiri baru dikenal pada sepertiga abad ke-16, ketika Ronggosukowati mulai memindahkan pusat pemerintahan dari Kraton Labangan Daja ke Kraton Mandilaras. Memang belum cukup bukti tertulis yang menyebutkan proses perpindahan pusat pemerintahan sehingga terjadi perubahan nama wilayah ini. Begitu juga munculnya sejarah pemerintahan di Pamekasan sangat jarang ditemukan bukti-bukti tertulis apalagi prasasti yang menjelaskan tentang kapan dan bagaimana keberadaannya.
Kemunculan sejarah pemerintahan lokal Pamekasan, diperkirakan baru diketahui sejak pertengahan abad ke-15 berdasarkan sumber sejarah tentang lahirnya mitos atau legenda Aryo Menak Sunoyo yang mulai merintis pemerintahan lokal di daerah Proppo atau Parupuk. Jauh sebelum munculnya legenda ini, keberadaan Pamekasan tidak banyak dibicarakan. Diperkirakan, Pamekasan merupakan bagian dari pemerintahan Madura di Sumenep yang telah berdiri sejak pengangkatan Arya Wiraraja pada tanggal 13 Oktober 1268 oleh Kertanegara.
Jika pemerintahan lokal Pamekasan lahir pada abad 15, tidak dapat disangkal bahwa kabupaten ini lahir pada jaman kegelapan Majapahit yaitu pada saat daerah-daerah pesisir di wilayah kekuasaan Majapahit mulai merintis berdirinya pemerintahan sendiri.
Berkaitan dengan sejarah kegelapan Majapahit tentu tidak bisa dipungkiri tentang kemiskinan data sejarah karena di Majapahit sendiri telah sibuk dengan upaya mempertahankan bekas wilayah pemerintahannya yang sangat besar, apalagi saat itu sastrawan-sastrawan terkenal setingkat Mpu Prapanca dan Mpu Tantular tidak banyak menghasilkan karya sastra. Sedangkan pada kehidupan masyarakat Madura sendiri, nampaknya lebih berkembang sastra lisan dibandingkan dengan sastra tulis Graaf (2001) menulis bahwa orang Madura tidak mempunyai sejarah tertulis dalam bahasa sendiri mengenai raja-raja pribumi pada zaman pra-islam.
Tulisan-tulisan yang kemudian mulai diperkenalkan sejarah pemerintahan Pamekasan ini pada awalnya lebih banyak ditulis oleh penulis Belanda sehingga banyak menggunakan Bahasa Belanda dan kemudian mulai diterjemahkan atau ditulis kembali oleh sejarawan Madura, seperti Zainal fatah ataupun Abdurrahman. Memang masih ada bukti-bukti tertulis lainnya yang berkembang di masyarakat, seperti tulisan pada daun lontar atau Layang Madura, namun demikian tulisan pada layang inipun lebih banyak menceritakan sejarah kehidupan para Nabi (Rasul) dan sahabatnya, termasuk juga ajaran-ajaran agama sebagai salah satu sumber pelajaran agama bagi masyarakat luas.
Masa pencerahan sejarah lokal Pamekasan mulai terungkap sekitar paruh kedua abad ke-16, ketika pengaruh Mataram mulai masuk di Madura, terlebih lagi ketika Ronggosukowati mulai mereformasi pemerintahan dan pembangunan di wilayahnya. Bahkan, raja ini disebut-sebut sebagai raja Pertama di Pamekasan yang secara terang-terangan mulai mengembangkan Agama Islam di kraton dan rakyatnya.
Hal ini diperkuat dengan pembuatan jalan Se Jimat, yaitu jalan-jalan di Alun-alun kota Pamekasan dan mendirikan Masjid Jamik Pamekasan. Namun demikian, sampai saat ini masih belum bisa diketemukan adanya inskripsi ataupun prasasti pada beberapa situs peninggalannya untuk menentukan kepastian tanggal dan bulan pada saat pertama kali ia memerintah Pamekasan.
Bahkan zaman pemerintahan Ronggosukowati mulai dikenal sejak berkembangnya legenda kyai Joko Piturun, pusaka andalan Ronggosukowati yang diceritakan mampu membunuh Pangeran Lemah Duwur dari Aresbaya melalui peristiwa mimpi. Padahal temuan ini sangat penting karena dianggap memiliki nilai sejarah untuk menentukan Hari Jadi Kota Pamekasan.
Terungkapnya sejarah pemerintahan di Pamekasan semakin ada titik terang setelah berhasilnya invansi Mataram ke Madura dan merintis pemerintahan lokal dibawah pengawasan Mataram. Hal ini dikisahkan dalam beberapa karya tulis seperti Babad Mataram dan Sejarah Dalem serta telah adanya beberapa penelitian sejarah oleh Sarjana barat yang lebih banyak dikaitkan dengan perkembangan sosial dan agama, khususnya perkembangan Islam di Pulau Jawa dan Madura, seperti Graaf dan TH. Pigeaud tentang kerajaan Islam pertama di Jawa dan Benda tentang Matahari Terbit dan Bulan Sabit, termasuk juga beberapa karya penelitian lainnya yang menceritakan sejarah Madura.
Masa-masa berikutnya yaitu masa-masa yang lebih cerah sebab telah banyak tulisan berupa hasil penelitian yang didasarkan pada tulisan-tulisan sejarah Madura termasuk Pamekasan dari segi pemerintahan, politik, ekonomi, sosial dan agama, mulai dari masuknya pengaruh Mataram khususnya dalam pemerintahan Madura Barat (Bangkalan dan Pamekasan), masa campur tangan pemerintahan Belanda yang sempat menimbulkan pro dan kontra bagi para Penguasa Madura, dan menimbulkan peperangan Pangeran Trunojoyo dan Ke’ Lesap, dan terakhir pada saat terjadinya pemerintahan kolonial Belanda di Madura.
Pada masa pemerintahan Kolonial Belanda inilah, nampaknya Pamekasan untuk perkembangan politik nasional tidak menguntungkan, tetapi disisi lain, para penguasa Pamekasan seperti diibaratkan pada pepatah Buppa’, Babu’, Guru, Rato telah banyak dimanfaatkan oleh pemerintahan Kolonial untuk kerentanan politiknya. Hal ini terbukti dengan banyaknya penguasa Madura yang dimanfaatkan oleh Belanda untuk memadamkan beberapa pemberontakan di Nusantara yang dianggap merugikan pemerintahan kolonial dan penggunaan tenaga kerja Madura untuk kepentingan perkembangan ekonomi Kolonial pada beberapa perusahaan Barat yang ada didaerah Jawa, khususnya Jawa Timur bagian timur (Karisidenan Basuki).
Tenaga kerja Madura dimanfaatkan sebagai tenaga buruh pada beberapa perkebunan Belanda. Orang-orang Pamekasan sendiri pada akhirnya banyak hijrah dan menetap di daerah Bondowoso. Walaupun‚ sisi lain, seperti yang ditulis oleh peneliti Belanda masa Hindia Belanda telah menyebabkan terbukanya Madura dengan dunia luar yang menyebabkan orang-orang kecil mengetahui system komersialisasi dan industrialisasi yang sangat bermanfaat untuk gerakan-gerakan politik masa berikutnya dan muncul kesadaran kebangsaan, masa Hindia Belanda telah menorehkan sejarah tentang pedihnya luka akibat penjajahan yang dilakukan oleh bangsa asing.
Memberlakukan dan perlindungan terhadap system apanage telah membuat orang-orang kecil di pedesaan tidak bisa menikmati hak-haknya secara bebas. Begitu juga ketika politik etis diberlakukan, rakyat Madura telah diperkenalkan akan pentingnya pendidikan dan industri, tetapi disisi lain, keuntungan politik etis yang dinikmati oleh rakyat Madura termasuk Pamekasan harus ditebus dengan hancurnya ekologi Madura secara berkepanjangan, atau sedikitnya sampai masa pemulihan keadaan yang dipelopori oleh Residen R. Soenarto Hadiwidjojo. Bahwa pencabutan hak apanage yang diberikan kepada para bangsawan dan raja-raja Madura telah mengarah kepada kehancuran prestise pemegangnya yang selama beberapa abad disandangnya.
Perkembangan Pamekasan, walaupun tidak terlalu banyak bukti tertulis berupa manuskrip ataupun inskripsi nampaknya memiliki peran yang cukup penting pada pertumbuhan kesadaran kebangsaan yang mulai berkembang di negara kita pada zaman Kebangkitan dan Pergerakan Nasional.
Banyak tokoh-tokoh Pamekasan yang kemudian bergabung dengan partai-partai politik nasional yang mulai bangkit seperti Sarikat Islam dan Nahdatul Ulama diakui sebagai tokoh nasional. Kita mengenal Tabrani, sebagai pencetus Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan yang mulai dihembuskan pada saat terjadinya Kongres Pemuda pertama pada tahun 1926, namun terjadi perselisihan faham dengan tokoh nasional lainnya di kongres tersebut. Pada Kongres Pemuda kedua tahun 1928 antara Tabrani dengan tokoh lainnya seperti Mohammad Yamin sudah tidak lagi bersilang pendapat.
Pergaulan tokoh-tokoh Pamekasan pada tingkat nasional baik secara perorangan ataupun melalui partai-partai politik yang bermunculan pada saat itu, ditambah dengan kejadian-kejadian historis sekitar persiapan kemerdekaan yang kemudian disusul dengan tragedi-tragedi pada zaman pendudukan Jepang ternyata mampu mendorong semakin kuatnya kesadaran para tokoh Pamekasan akan pentingnya Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang kemudian bahwa sebagian besar rakyat Madura termasuk Pamekasan tidak bisa menerima terbentuknya negara Madura sebagai salah satu upaya Pemerintahan Kolonial Belanda untuk memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa.
Melihat dari sedikitnya, bahkan hampir tidak ada sama sekali prasasti maupun inskripsi sebagai sumber penulisan ini, maka data-data ataupun fakta yang digunakan untuk menganalisis peristiwa yang terjadi tetap diupayakan menggunakan data-data sekunder berupa buku-buku sejarah ataupun Layang Madura yang diperkirakan memiliki kaitan peristiwa dengan kejadian sejarah yang ada. Selain itu diupayakan menggunakan data primer dari beberapa informan kunci yaitu para sesepuh Pamekasan.

Rabu, 17 Agustus 2011

Free Download MP3

SATURDAY BAND.
 Band Lokal Yang berasal Dari Candi City....
  1. Saturday - Kita Dalam Cinta ===> Download
  2. Saturday - Semua Untuk Mu ===> Download
  3. Saturday - Suara Hati ===> Download